
9, Jun 2025
Angeun Lada: Warisan Kuliner Sunda yang Menggugah Selera dan Sarat Makna Budaya
Di tengah gempuran kuliner modern yang kian beragam, ada satu sajian khas tanah Sunda yang terus bertahan dan mencuri perhatian para pencinta cita rasa autentik Nusantara. Namanya Angeun Lada — semangkuk kuah pedas beraroma rempah yang menjadi identitas kuliner masyarakat Banten, khususnya suku Sunda Banten.
Lebih dari sekadar makanan, Angeun Lada adalah cerminan dari kearifan lokal, filosofi hidup, hingga ikatan sosial yang mengakar kuat dalam tradisi masyarakat Sunda.
Cita Rasa Pedas yang Berkarakter
Dalam bahasa Sunda, “angeun” berarti sayur atau masakan berkuah, dan “lada” berarti pedas. Sesuai namanya, masakan ini dikenal karena sensasi pedas yang membakar lidah namun tetap menyisakan kenikmatan dalam tiap seruputannya.
Angeun Lada biasanya disajikan dalam panci besar saat acara hajatan, khitanan, atau hari besar keagamaan. Bahan utamanya adalah daging sapi — khususnya bagian tetelan atau jeroan — yang dimasak dalam kuah kaya rempah. Ciri khasnya terletak pada penggunaan kecombrang atau honje, bunga liar khas pegunungan yang memberi aroma segar dan rasa unik yang tidak mudah ditemukan dalam masakan lain.
Rempah seperti lengkuas, serai, bawang merah, bawang putih, dan tentu saja cabai merah besar dan cabai rawit, menjadi pondasi rasa yang membuat hidangan ini begitu hidup. Kuahnya berwarna kemerahan, namun tidak berminyak, menandakan bahwa pedasnya bukan hasil dari lemak, melainkan dari racikan bumbu yang menyatu sempurna.
Hidangan yang Mengikat Komunitas
Angeun Lada bukan hanya soal rasa, melainkan juga tentang kebersamaan. Di kampung-kampung Banten, memasak Angeun Lada sering dilakukan secara gotong royong dalam ritual bernama ngaliwet atau masak bebarengan. Warga berkumpul, membawa bahan masing-masing, dan memasak bersama di halaman rumah atau balai desa.
“Inilah masakan yang menyatukan orang. Kami tidak hanya makan, tapi bercerita, tertawa, dan menghidupkan kebersamaan,” ujar Ujang Wahyudi, sesepuh kampung di daerah Pandeglang, yang masih menjaga tradisi ini.
Sarat Makna Budaya dan Filosofis
Dalam budaya Sunda, makanan adalah medium komunikasi sosial dan spiritual. Angeun Lada, dengan karakter pedas dan kuatnya aroma honje, melambangkan kekuatan, keberanian, dan penyucian diri. Tak heran jika makanan ini kerap dihidangkan setelah peristiwa penting, seperti khitanan atau pindahan rumah, sebagai simbol awal baru yang penuh semangat dan doa baik.
Bagi masyarakat agraris Banten, rasa pedas juga dipercaya bisa “membangkitkan tenaga”, cocok disantap selepas bekerja di ladang atau sawah. Dengan semangkuk nasi hangat dan sambal terasi, Angeun Lada menjadi santapan yang sederhana namun sarat nilai kehidupan.
Bertahan di Tengah Arus Modernisasi
Sayangnya, masakan ini mulai jarang ditemukan di restoran perkotaan. Beberapa warung makan tradisional masih menyajikannya, tapi belum banyak yang benar-benar menangkap esensi rasa asli dari kampung. Upaya pelestarian pun mulai dilakukan oleh komunitas kuliner, festival makanan daerah, hingga para pegiat budaya.
Di media sosial, generasi muda mulai mengangkat kembali Angeun Lada sebagai bagian dari kebanggaan identitas lokal. Resep-resep mulai bermunculan, dengan modifikasi yang tetap setia pada rasa asli namun lebih praktis untuk dapur modern.
- 0
- By riana