13, Jun 2025
Paduan Cita Rasa Jakarta-Bali dalam Foie Gras hingga Steak MB8: Ketika Tradisi Bertemu Kemewahan

Di tengah riuhnya dunia kuliner yang terus mencari arah antara inovasi dan akar budaya, muncul satu pendekatan yang tak hanya menggoda lidah, tapi juga membangkitkan rasa rindu akan identitas: paduan cita rasa Jakarta-Bali dalam menu kelas atas seperti foie gras dan steak wagyu MB8. Sebuah interpretasi baru tentang “fine dining Indonesia” yang kini mulai ramai dibicarakan di kalangan penikmat rasa dan pelancong gastronomi.

Bertempat di sebuah restoran modern nan intim di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, chef muda berbakat asal Bali, Wayan Aditya, mempersembahkan menu yang mengejutkan sekaligus menghangatkan. Ia menyulap bahan-bahan kelas dunia menjadi medium untuk menyampaikan cerita tentang dua kota — Jakarta yang sibuk dan tajam, serta Bali yang tenang dan meditatif.

Foie Gras Rasa Betawi: Lembut, Pedas, dan Nostalgia

Sajian pembuka yang mencuri perhatian adalah Foie Gras Betawi Reduction — potongan hati angsa panggang disajikan di atas serundeng kelapa dan asem-asem gel khas Jakarta. Rasa gurih lembut foie gras dipadukan dengan kejutan asam dan pedas yang mengingatkan pada semangkuk sayur asam nenek di rumah masa kecil.

“Saya tidak ingin foie gras terasa asing di lidah orang Indonesia. Jadi saya kawinkan dia dengan elemen-elemen Betawi yang khas: asam jawa, lengkuas, dan sedikit rasa kelapa sangrai,” ujar Wayan sembari tersenyum ramah.

Tekstur yang meleleh dari foie gras berpadu harmonis dengan renyahnya serundeng dan segar dari reduksi asam — menjadikan sajian ini bukan sekadar makanan, tapi pengalaman.

Steak Wagyu MB8 dengan Sambal Matah dan Arang Jeruk Bali

Menu utama pun tak kalah menggoda: Steak MB8 aged 48 jam, disajikan medium rare, didampingi oleh sambal matah segar, puree ubi ungu, dan jus daging yang dicampur aroma jeruk Bali bakar. Aroma asap yang samar menari di udara, berpadu dengan semburat warna tropis dari plating yang artistik.

Bagi sebagian orang, sambal matah dan steak wagyu mungkin terdengar seperti eksperimen nekat. Tapi di tangan Wayan, ini menjadi harmoni yang mengejutkan. Panas, segar, dan penuh lapisan rasa.

“Saya percaya sambal matah itu seperti jazz. Tidak teratur tapi hidup. Ketika dia bertemu daging sekelas wagyu MB8, yang terjadi bukan pertempuran, tapi pelukan,” tutur sang chef.

Jakarta x Bali: Identitas Rasa yang Tidak Lagi Hitam-Putih

Menariknya, seluruh menu dalam set ini tidak hanya fokus pada rasa, tapi juga narasi. Wayan dan tim menyusun perjalanan rasa dari Jakarta ke Bali — dimulai dengan kekayaan bumbu, ditutup dengan keheningan manis dari dessert berbasis kelapa dan daun jeruk.

Di tengah tren kuliner global yang seringkali meninggalkan akar, pendekatan ini menjadi angin segar. Alih-alih meniru Barat secara mentah, Wayan justru mengajaknya berdialog dengan rasa lokal.

Dan para tamu pun setuju. Dalam suasana yang penuh cahaya temaram dan musik tradisional yang dipadukan lo-fi, setiap gigitan adalah percakapan — antara warisan dan modernitas, antara kota dan pulau, antara lidah dan hati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *